Wednesday, April 5, 2017
Masih Terngiang
Masih Terngiang
Judul Cerpen Masih Terngiang
Cerpen Karangan: Gusri Wahyudi Candra
Kategori: Cerpen Cinta Sedih, Cerpen Penyesalan, Cerpen Sastra
Lolos moderasi pada: 5 April 2017
Rembulan malam menemani hati yang rindu cahaya gemerlap terang, kukecup air dingin menyembangkan kenangan langit bintang terang. Suara hirup angin menghembus kesunyian hati dalam bayangan diri. Cuma hati yang mampu melumpuhkan jasad kekar prima. Meluluhkan kekuatan batin, meremukkan kasih gelap diri. Aku lupakan dia dengan tangisan, mencegah hal lari dalam susah cinta tiada bersua. Merintih takdir menjamu sayang merindu gunung punjama riukkan jiwa dan raga.
Masih terngiang dalam ingatanku, bola mata yang memancarkan sinar purnama, memandang kepadaku dengan sepenuh sejuta Tanya. Mata itu ingin sekali dibaca maksudnya mengapa ia memandang? bukan hanya mata tapi senyuman di bibir manisnya juga ikut tersenyum memberikan kesan pertama tiada terlupa. Dia yang kusayang menyatakan cintanya melalui bahasa tubuh yang sulit dipahami pria, karena sesungguhnya wanita lebih suka terdiam sebelum sang pujangga menyatakan cintanya terlebih dahulu kepada sang pujaaan hati.
Waktu berjalan begitu cepat, seperti perjumpaanku dengannya yang tidak terhitung kali jumlahnya. 3 tahun sudah kami berkenalan dalam sebuah ikatan cinta dan persahabatan. Ikatan cinta tidak pernah terikat, ikatan persahabatan terjalin kuat. Musim semi meriuk fajar, menyonsong pagi kedatangan siang, meliput sore tidak berkawan, indah pula kegelapan malam. Tidak pernah aku lupakan kemilauan senja waktu petang menciptakan langit keemasan. Aku ungkapkan perasaan terselubung dari sayang meminta kasih untuk diperjuangkan. Lama pula hati menunggu jawaban dari hati lain yang tidak sabaran. Jelas sudah semuanya, angguk menawan Aisyah memberi isyarat ia menerima cinta yang selama ini tidak berkawan. Lompatan tinggi Aku lakukan karena kegirangan hati dari jawaban. Pelukan hangat Aku lakukan mengucapkan terima kasih yang tidak terbilang kepada Aisyah tersayang.
Masih terngiang di ingatanku, sabtu malam bersama lilin bersejajaran sebagai penerang kami berdua. Tempat itu dihiasi dengan suasana romantis, dipenuhi balon, rangkaian bunga, dan iringan musik percintaan. Kencan pertamaku dengannya, tidak akan aku biarkan hancur atau kekurangan sedikitpun. Gaun putih yang ia pakai nampak begitu indah dengan kalung mutiara sebagai menawan kecantikkan dirinya. Tidak sedikitpun aku lewatkan, membacakan puisi dan bernyanyi berdua dengannya.
“pandanglah ke langit sana, lihatlah apa yang bisa kau lihat sayang?”
“hanya kemilauan bintang yang bisa kulihat Rio, sedang bulan tidak melihatkan wujud cinta dari cahaya putih keabadiannya.”
“tidak usah engkau hawatir sayang, sebentar lagi sang rembulan akan muncul ke permuakaan langit untuk menemani bintang yang kesepian.”
Cahaya putih terbelah terlihat dari ufut timur, yang lama-kelamaan muncul bulan sempurna. Semua bintang sangat senang melihat kehadiran bulan hingga semuanya jadi terang. Malam terasa seperti siang karena cahaya putih bulan telah mampu mengalahkan kegelapan malam. Aku tidak mampu lagi mengungkapkan kesenangan hati malam ini. Semuanya terbayar sudah dari suksesnya acara makan malam aku dengan Aisyah dan membawa ia kembali ke rumah.
Embun pagi menanti fajar untuk medengar kumandangan azan agar pecah keheningan. Tidak ada yang tertinggal suara kokok ayam berselang seling menggema di berbagai tempat. Bedug menyuarakan dirinya, petanda azan akan dikumandangkan. Suara azan berkumandang memecah kesunyian, membangunkan aku yang terlelap dalam tidur. Aku tunaikan kewajibanku kepada tuhan semesta alam, meminta kerelaan-Nya untuk diperkenaaankan agar berjodoh dengan Aisyah. Doa yang aku panjatkan belum tentu dijabah oleh Allah, karena sesungguhnya Dia lebih tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya yang lemah ini.
Masih terngiang di telingaku, bisikkan lembut Aisyah menusuk kalbuku yang terhempas ke jurang. Janji kalbu merusak semua kebahagiaan hati dalam bayangan gelap diri. Rahasia, ya jelaslah rahasia itu menembus cakrawala impian jiwa dan raga. Memperingati dengan kata malah hancur dengan suara, sembunyikan dengan cinta malah hilang dengan dia. Masih sulit dipercaya bahwa Aisyah telah mengakhiri semua ini dengan begitu cepatnya. Mungkinkah dia hanya mempermainkan hati ini, atau ada sesuatau hal yang lain. Aku benar-benar tidak mengerti semua ini. Terkadang semua yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Meminta kasih malam dibalas benci, meminta cinta malah dibalas dendam, sungguh kejam dirimu Aisyah.
Bahagia bukan selimut hidupku tapi deritalah selimutku, senyum bukan hiasanku tapi termenung adalah kebanggaanku, cinta bukanlah pakaianku tapi benci adalah kesenanganku. Inikah yang namanya hidup, sungguh menyedihkan karena semua hanya takluk di bawah genggaman kuasa tuhan. Fikiranku melayang menghempas daun rindu kasih sayang, mengingat semua kenangan pahit dibubarkan. Susah benar dilupakan pengalaman manis di kecupkan ke dalam hati sendirian, Telaga warna menyilaukan mata kosong dari pandangan hitam. Ke mana lagi kapal ini akan belabuh, jika setiap perniagaan tidak mau menerima keberadaanya. Mungkin hanya tenggelam lebih baik untuknya daripada harus menerima celaan dari pelabuhan itu.
Waktu terus berputar seperti halnya siang berganti malam, musim semi berganti musim hujan, kadang di atas kadang di bawah. Sungguh menyesal diriku, dulu menaruh hati kepada wanita yang tak patut aku cintai. Penyesalan memang datang di kemudian hari. Aku kembali seperti dahulu, sendiri menyepi di kesunyian malam, menghibur diri dengan khayalan indah, meneteskan air mata di saat wajah ia terlintas dalam lamunanku yang dibilang bodoh ini. Tidak ada gunanya menyesali sesuatu yang telah terjadi, karena semuanya telah dirangkum oleh illahi. Tidak ada sesuatu hal pun yang tidak baik di dunia ini, hanya aku harus menunggu semuanya, Semua kebahagiaan sejati untuk hidup berdampingan dengannya.
Tidak ada sedikit pun yang berubah dari diriku sampai saat ini, hanya menyepi di kesunyian diri. Patutlah semuanya terjadi, karena karma telah berlaku pada diri ini. Siang mencurahkan panasnya ke bumi untuk membagi keceriaan kesemua penghuni bumi. Awan biru di angkasa bersih bersiul dengan angin tanpa suara ratapan awan putih di sana. Aku ingin sekali seperti mereka yang bebas menyuarakan diri tanpa ada tangis dan derita. Tapi semua itu hanya mimpi yang tidak akan pernah terwujud, meski aku berusaha keras sekali pun.
Ratap dan terus meratapi apa yang dialami diri, garis tangan tidak dapat aku baca dengan baik. Rusuh di hati ratap di jiwa, tangis air mata menjadi suara, nyanyian hati mulai nyengir kuda, dan ciuman bau sengsara belum selesai juga.
Masih terngiang di ingatanku, pandangan asri pulau syetan dan cubadak menginspirasi diri untuk berubah. Pandanglah kedua pulau itu, memberi kesan indah dan kewibawaan surga dunia. Suasana sejuk ditambah angin sepoi-sepoi menambah sejuk suasana sekitar. Tidak puas mata memandang kedua pulau itu, pulau yang menjadi salah satu icon pesisir selatan ini memang mengundang banyak pengunjung. Masih banyak lagi pulau yang indah dan menarik untuk dikunjungi.
Aku berkunjung ke jembatan akar dan air terjun Bayang Sani hanya sekedar melepas penat dari semua masalah yang menimpa diri. Jembatan akar yang mempesona dan air terjun Bayang Sani yang asri dengan bukit menjulang tinggi. Aku sempatkan datang ke bukit bendera yang baru-baru ini mulai dikenal dunia laur. Ramai sekali orang yang berkunjung ke sini, Rumah pohon, ayunan dan orang berjualan. Warga di sekitarnya sangat ramah kepada pengunjung. Aku benar-benar kagum dengan indonesiaku.
Badai pasti berlalu dan hujan pasti berhenti, bagiku kedua kalimat itu tidaklah benar, karena kini di hadapanku seorang wanita yang dulu pernah meninggalkanku sedang berduaan dengan lelaki lain. Sakit, tentu sakit sekali rasanya di hati, dulu ia iris aku dengan kepergiannya dan kini ia lukai aku dengan tombak mata menusuk hati. Amarahku meluap dan tidak terkendali, melihat mereka berduaan di depan mata ini. Untung saja sabar di hati mampu mengalahkan emosi diri yang tidak terkendali. Kalau tidak aku tidak akan tahu apa yang akan terjadi. Hatiku menyuruhku untuk pergi dari bukit bendera, agar ia tidak terluka lebih dalam lagi.
Malang sekali hidupku ini, tujuan ingin menenangkan diri malah bertemu dengan sakit hati terulang kembali. Air hujan turun bersamaan dengan angin kencang menghapus jejak kaki masa lalu. Air mata ini mengalir tiada hentinya, seperti mata air yang tidak mempunyai hulu dan hilir. Rambutku kriting karena memikirkannya, hatiku hancur karena ia kembali ke dalam hidupku. Memang benar siang itu meliput sore tidak berkawan.
Masih terngiang di ingatan dan telingaku, seorang gadis mengucapkan maaf padaku, meminta hubungan yang dulu ia putus agar disambung kembali. Lelaki mana yang mau menerima perempuan yang dulu meninggalkannya tanpa sebab. Seperti itu pun aku tidak mau menerima Aisyah kembali ke pangkuanku. karena mengingat masa lalu pahit yang dulu ia corengkan padaku. Pergilah aku dari hadapannya tanpa berkata sepatah katapun. Menyeberangi jalan raya dengan luapan emosi dan linangan air mata.
Tidak aku sangka Aisyah mengikutiku dari belakang, tapi ia tertabrak oleh mobil yang melaju kencang. Pecah sudah keheningan jalan raya saat itu, Semua orang bergerumun mendekati jasad Aisyah yang berlumuran darah. Aku menyesal meninggalkannya sendiri tadi di restoran, tapi apalah dayaku sebagai seorang manusia hanya mampu meratapi semua ini. Aku bawa ia ke rumah sakit tapi nyawa ia tidak tertolong, seorang pria sekaligus dokter yang menangani Aisyah mendekatiku
“engkau tidak sepatutnya menghukum dia seperti itu Rio, karena sesungguhnya Aisyah sangat mencintaimu.” kata dokter Ridwan
“emang dokter kenal dengan Aisyah?” tanyaku
“aku sangat kenal dengan dia, dan asal kamu tahu saja Aisyah itu perempuan yang sangat tegar dan kuat. Dia lewati semua cobaanya yang menimpanya, termasuk…”
“termasuk apa dok, aku tidak mengerti dan jangan buat aku penasaran dok?”
Cukup lama dokter ridwan diam, setelah ia menghelas nafas yang panjang ia lanjutkan ceritanya.
“termasuk penyakit yang selama ini dia derita, penyakit kanker payudara stadium akhir. Dimasa keadaanya seperti itu dia hanya ingin menemuimu untuk terakhir kalinya, mengatakan maaf dan menjelaskan kenapa selama ini dia menghilang tanpa sebab. Tapi apa yang kamu lakukan padanya, kamu berikan ia luka menjelas nafas terakhir yang ia hembuskan. Aku tidak percaya kau lakukan itu padanya. Sungguh wanita yang malang ia harus menahan luka menjelang ajal menjemputnya.”
Lemas seketika tubuhku, terpuruk dan menangis sekeras mungkin. Meratapi sesuatu hal yang telah terlepas dari genggaman tangan ini. Hatiku menangis, pikiranku bersalah besar jika selama ini ia pergi hanya untuk mengobati dirinya. Sungguh kejam diriku ini kepada seorang wanita yang baik hati dan sangat tulus hatinya itu untuk mencintai raga yang penuh dosa ini. Apa yang bisa aku perbuat lagi dengan hidupku ini? Jika sosok perempuan yang sangat aku cintai telah pergi jauh dan tidak akan kembali lagi untuk selamanya. Inikah jawaban dari misteri hidupku, sungguh sakit sekali rasanya karena aku harus merelakan dia pergi untuk selamanya.
“maafkan aku Aisyah, maafkanlah diri ini karena tidak mau mendengarkan semua penjelasanmu yang akhir kau harus pergi meninggalkan aku untuk selamanya. Terima kasih Aisyah atas semua cinta dan kasih sayang yang telah kau berikan padaku. Akan selalu ku ingat dirimu sampai penghujung hayatku.”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment