Wednesday, April 5, 2017
Peri Kecil Tanpa Sayap
Peri Kecil Tanpa Sayap
Judul Cerpen Peri Kecil Tanpa Sayap
Cerpen Karangan: Aulia Taureza
Kategori: Cerpen Kehidupan, Cerpen Keluarga, Cerpen Motivasi
Lolos moderasi pada: 5 April 2017
Aku tak tau sampai saat ini, alasan mengapa ayah meninggalkanku, dan ibu tentunya. Bukan ayah sebenarnya, tapi ibu, tapi bukan ibu pula, tapi takdirlah yang memutuskan.
Aku hanyalah anak kecil berumur 12 tahun waktu itu. Aku tidak bisa dikatakan sebagai anak beruntung, ataupun sial. Aku hanyalah gadis kecil yang hidupnya penuh warna, aku hanyalah tuan putri yang dikelilingi seluruh permata.
Bohong, itu semua bohong, aku adalah peri yang kehilangan sayap, karena mereka -orangtuaku, selalu memberiku permata, namun tiada memberi ruang untukku di hatinya. Semua yang kuingin, nyaris terpenuhi. Tapi, hanya satu keinginan yang tak pernah terpenuhi, ruang untukku di hati mereka.
Ayah, berangkat subuh pulang hampir subuh lagi. Ibu, berangkat pagi, pulang malam. Mereka, sama sekali tidak tau kapan aku dewasa, tidak tau kapan aku mulai bisa menulis, bisa membaca, bisa menjawab pertanyaan dari guruku dan tak pernah telat pulang di kedudukan pertama.
Seringkali aku melihat perdebatan di antara mereka, ayah yang sering membawa wanita lain, dan ibu yang dengan bisanya berkata sabar.
Aku sering sekali melempar mobil itu dengan batu kerikil dan sejenisnya, menyiramnya pakai selang air dan memukul-mukulinya, namun itu tak membuat ayah meraihku, menggendongku, dan membelikan coklat untukku, ayah pergi, iya dia pergi.
Aku tidak tau hati ibu terbuat dari apa, batu permatakah? Berliankah? Atau emas dan perak? Ataukah sejenis logam yang memiliki molekul senyawa tinggi, yang tidak rapuh, kuat dan tidak lemah diterpa topan berulang kali.
“sayang, kalau misalnya ibu sama ayah pisah kamu nggak papa kan?”
Dan inilah akhirnya, hembusan napas lega yang kudengar melalui sudut mulut mungilnya. Aku mengangguk,
Dan itulah pikiran terbodoh dalam hidupku juga motivasi terbaik untuk hidupku selanjutnya.
Aku memang tak peduli dengan semuanya yang ada di sekitarku, aku fokus belajar karena saat itu detik-detik UN SD. Tapi bodohnya aku yang tak peduli dengan kehidupanku sendiri. Bagaimanapun aku juga anak? Aku tak bisa membohongi realita. Anak mana yang mau orangtuanya berpisah? Anak mana yang bakal mau punya orangtua baru? Anak mana? Oke, aku jahat. Dan aku tak pernah menyesal. Setidaknya tiada air mata dari ibuku lagi, dan tiada keburukan ayahku lagi.
Berpikir sebelum melangkah adalah cara terindah untuk mensyukuri kekuasaan-Nya. Jangan pernah menyesali langkah itu, ambil hikmahnya! Dan ambil langkah yang lebih baik lagi.
END
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment