Thursday, April 6, 2017

kito

Rain? Di Situlah Mulai Ada Rasa Judul Cerpen Rain? Di Situlah Mulai Ada Rasa Cerpen Karangan: Agustia Nur Kholifah Kategori: Cerpen Cinta Dalam Hati (Terpendam), Cerpen Patah Hati Lolos moderasi pada: 3 April 2017 Tepat jam pulang sekolah hujan turun dengan derasnya, seperti biasa Shia, Nami dan Ara menemaniku sampai hujan reda, kami berempat menunggu di dalam kelas, di kelas tidak hanya ada kami berempat saja namun ada dua laki-laki teman sekelasku yang bernama Arfian dan Edo. Mereka berdua tampak bosan dan tak sabar menunggu hujan yang tak reda-reda, sampai pada akhirnya seorang bapak-bapak tua masuk ke kelas dan menyuruh kami untuk segera keluar dari kelas, karena waktu sudah menunjukan pukul 17.30 dan kelas akan segera dikunci. Kami segera keluar dengan rasa kesal karena hujan semakin derasnya teman-temanku pulang meninggalkanku karena merasa jenuh, mereka pulang duluan karena mereka menggunakan transportasi umum, sedangkan aku membawa motor ke sekolah. Begitu juga Edo yang meninggalkan Arfian karena pacarnya begitu cerewet memintanya untuk cepat-cepat pulang. Sabtu disore hari di koridor paling barat aku duduk terdiam dalam rintikan hujan, bersama Arfian dengan jarak yang berjauhan. Tidak ada pembicaraan di antara kami, hanya suara hujan yang begitu derasnya mengisi keheningan di antara kami. Aku memang tak begitu dekat dengannya, dia lelaki gokil di kelas kami sekaligus lelaki paling cerdas di kelas kami. Sampai pada akhirnya dia merasa bosan dan kesal dia mengajakku untuk mulai pembicaraan. “huh hujannya gak reda-reda” keluhnya. aku hanya tersenyum, lalu dia kembali memulai pembicaraan “siapa namamu? e.. Nova..?”. aku menjawabnya “Novanda Putri”. “Ah iya Novanda, kau sepertinya orang penyabar ya setelah 2 jam setengah menunggu hujan reda kau tetap saja tahan”. “Ah bukan begitu kalau kita pulang sekarang penantian 2 jam setengah kita akan sia-sia” jawabku. “Tapi jam sudah menunjukan pukul 17.45 aku tak bisa diam di sini saja, aku mau pulang kau mau ikut tidak, aku bosan terlebih besok minggu jadi baju basah tak masalah”. Aku pun berjalan di belakangnya menunju parkiran motor, tak sengaja motor kami bersampingan. Setiba di rumah aku tak bisa masuk, ibu dan ayahku sepertinya sedang berpergian dia lupa tak menitipkan kunci rumah ke mba Suci, tetangga sebelah rumahku, akhirnya aku menunggu di luar rumah dalam keadan basah kuyup. Mba Suci melihatku dari jendela rumahnya akhirnya dia menyuruh adiknya yang bernama Hendi untuk berteduh di rumahnya awalnya aku menoalak tapi hendi tetap memaksa akhirnya aku pun mau. Di sana aku dipinjamkan baju berwarna hitam dengan pola bunga-bunga kecil, kemudian aku dibuatkan ramen untuk mengisi perutku. Ibuku sepertinya telah pulang aku sesegera mungkin berpamitan dengan mba Suci untuk pulang ke rumah. Alarm terus berdering menandakan aku harus segera bangun untuk sholat subuh dan bersiap-siap untuk sekolah. Hari ini sepertinya bukan hariku karena keteledoranku aku hampir saja menyebabkan sebuah kecelakaan, ditambah lagi aku menabrak motor kakak kelas yang super galak. Saat aku melirik ke kaca sepionku aku melihat wajah Arfian yang tersenyum terbahak-bahak karena aku dimarahi kakak kelas. Tentu saja itu membuatku merasa tambah marah, ditambah lagi dia terus meledekku terus dari parkiran sampai kelas. Hari begitu cepat kini hubunganku dengan Arfian kian mendekat menjadi teman, berangkat ke sekolah bersama, parkir motor bersebelahan, naik ke kelas bersama hingga bercanda bersama, bahkan jika hujan kita menunggu hujan reda bersama di tangga kelas. Tapi rasa yang sebatas teman ini menjadi aneh ketika aku ingin dia hanya tersenyum padaku, hanya memperhatikanku saja. Namun aku tahu dia telah memiliki kekasih yang sudah 2 tahun bersamanya, dia tidak mungkin secepat itu untuk berpaling darinya untuk wanita sepertiku, terlebih kekasihnya sangat cantik, dan lucu tidak bisa dibandingkan denganku yang hanya wanita biasa saja bahkan sama sekali tidak menarik. Aku semakin takut pada diriku yang tak bisa mengatur persaanku sendiri, karena ternyata lebih mudah jatuh cinta, dari pada keluar dari cinta. Aku seperti orang gila yang putus asa, aku ingin menjauh darinya tapi ini terasa aneh untuknya, tapi sampai kapan aku harus melihat mereka berdua berbocengan motor sedangkan aku mengikuti di belakangnya dengan rasa sesak, aku seperti ingin berteriak bahwa aku mencintaimu, aku menyayangimu, dan aku membutuhkanmu, namun ini akan sia-sia karena kau tidak pernah memandangku sebagai lawan jenis, melainkan seorang teman penunggu hujan reda. Aku ingin hujan yang datang membawa rasa suka ini, juga menghapus jejak rasa suka ini saat hujan reda di esok hari. END

No comments:

Post a Comment