Saturday, April 22, 2017

Jangan Tatap Matanya

Jangan Tatap Matanya Cerpen Karangan: Ria Puspita Dewi Kategori: Cerpen Cinta Lolos moderasi pada: 22 April 2017 “Tatap mata saya! Lebih dalam dan lebih dalam lagi! Dalam hitungan ke-3, maka kau akan tertidur. 1… 2…” 3. Sudah dapat kutebak, acara yang sangat membosankan. Kumatikan saja Tv itu. Sungguh malam yang sunyi, hanya terdapat suara seekor jangkrik pada malam minggu ini. Entah kenapa mereka tega meninggalkan putri semata wayangnya hanya untuk sebuah pekerjaan. Baru saja kusandarkan tubuhku ini di sandaran sofa. Dan satu detik kemudian, tiba-tiba saja lampu rumahku mati. Ah, sial. Setelah kuperiksa, rupanya aku baru ingat bahwa handphoneku tertinggal di kamar. Dengan malasnya kucoba melangkahkan kaki menuju kamar. Yang lebih sialnya lagi, kamarku berada di atas. Jadi, aku harus bersusah payah menaiki tangga dengan sangat berhati-hati. Akhirnya aku dapat bernafas lega, meski baru menyelesaikan tangga tersebut. Aku harus berjuang sedikit lagi untuk menuju kamarku yang berjarak beberapa meter dari tempatku berdiri saat ini. Selangkah demi selangkah hingga aku sampai memegang gagang pintu kamarku. Kucari handphone itu dan kami bertemu di atas meja. Aku kembali ke bawah, melangkah ke luar rumah, guna memastikan keadaan di luar. Ah, rupanya hanya lampu rumahku saja yang mati. Aku berjalan menuju tempat dimana aku harus menyalakan listrik rumahku. Baru saja tanganku akan menyentuh tombol untuk menyalakan, tok.. tok.. tok.. Siapakah gerangan? Segera kupercepat tanganku untuk menyentuh tombol tersebut. Kudengar, ada yang memanggilku. “Asya!”. Oh iya, sampai lupa. Namaku Asyafani, panggil saja aku Asya. Sesosok berbaju biru tepat berdiri 5 langkah dariku. Kini ia mulai mendekat. Aku tak yakin, dia sesosok manusia, atau…?? Huh, untunglah, ia tak melayang, kakinya kulihat masih menapak di tanah. Tunggu! Aku mengenal tatapan itu. Bagaimana tidak? Ia menatapku lekat-lekat. Aku pun berbalik menatap matanya. Tanpa kusadari, air mataku menetes. Hal ini bukan tanpa sebab yang jelas. Terbayang semua kenangan masa lalu yang begitu indah, namun berakhir dengan begitu mengenaskan. Lelaki itu bernama Alfa, atau lebih tepatnya lagi Alfaris. Seseorang yang pernah mewarnai hariku dengan sejuta keindahan, namun menghilang dan sirna tanpa jejak setelah kehancuran itu terlanjur terjadi. “Maafkan aku.” kata yang pertama kali ia ucapkan ketika adegan saling menatap itu terjadi. Ini bukan tentang apa, siapa, dan bagaimana. Tetapi, ini adalah tentang mengapa. Mengapa ia kembali? Ingin mengukir sejarah kelam untuk yang kedua kalinya dalam hidupku? “Maaf, karena aku udah buat kamu kecewa. Maaf, karena aku telah menghapus semua keindahan di antara kita. Aku enggak berharap kamu untuk maafin aku. Yang aku harap, kamu tahu satu hal. Aku menolak perjodohan itu. Saat aku ingin menemui kamu, orangtuaku memintaku untuk kuliah di luar negeri. Itu sebabnya aku menghilang dari kehidupan kamu. Dan sekarang, aku berada di sini, untuk kamu.” ucap Alfa panjang lebar. Akhirnya, aku memberanikan diri untuk menangis dalam pelukannya. “Aku minta maaf, harusnya aku dengerin kamu dulu. Aku enggak bisa lupain kamu, Al”. Ini bukan lagi sejarah kelam, melainkan sebuah sejarah yang begitu berarti, takkan pernah kulupakan seumur hidup.

No comments:

Post a Comment