Wednesday, April 5, 2017

Amel dan Penyesalannya

Amel dan Penyesalannya Judul Cerpen Amel dan Penyesalannya Cerpen Karangan: Pearl Nafeesa Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Keluarga, Cerpen Penyesalan Lolos moderasi pada: 5 April 2017 “Amel.. ayo bangun nak!” Seruan itulah yang membuat Amel seringkali kesal. Amel dengan kesal menuruni tangga. Pandangan tak suka diberikan pada ibunya. Ibu tentu terluka. “Oh Amel, sadarlah nak.” Gumam Ibu Amel dalam hati. Amel berteriak dari kamar mandi “Mah! Sabun Amel habis!” “Iya, sebentar kamu beli lagi. Pakai punya Ibu dulu.” Jawab Ibunya. “Yah, Masa Amel yang beli!” Amel berseru kembali. Ibunya hanya tersenyum. Amel sudah kelas 6 SD. Banyak siswa siswi kelas 5 sudah berkeliaran keliling kota. Amel hanya malas malasan di rumah. Sang Ayah telah tiada saat Amel 4 tahun. Amel keluar dari kamar mandi. Ia kembali menaiki tangga ke kamarnya. Setelah itu, Amel mengambil tasnya lalu segera pamit. “Amel Pergi.” Dengan seenaknya Amel pergi tanpa mencium tangan Ibunya. Sarapan sudah terlanjur disiapkan. Ibunya bersabar, ibunya terus berdoa pada Allah, yang maha Kuasa. Pada siang hari, Ibu Amel datang ke sekolah memberi bekal yang semula sarapan. “Wah, mama Amel perhatian banget ya, sama Amel.” Teman teman Amel banyak memuji Ibu Amel. Amel heran, mengapa mereka terus memuji Ibunya, sih? Beberapa bulan berlalu. Ibunya setelah diperiksa mengidap kanker otak stadium akhir. Namun Amel tak mengetahuinya. Ia hanya sibuk dengan Iphonenya. “IBU!! Kaki Amel sakit!” Ibunya tahu, Amel ingin Ibunya memijat kakinya. Ibunya tidak menjawab. Ibunya sudah tidak kuat. Perlahan penglihatannya mulai kabur. Ibu Amel pergi ke rumah tetangga untuk meminta tolong dibawa ke rumah sakit. Tetangga keluarga Amel, Mbah Siti segera membawa Ibu Amel ke rumah sakit. Di mobil, Ibu Amel pingsan. Bahkan mungkin.. Setelah dibawa ke rumah sakit, Mbah Siti diberitahu bahwa.. Ibu Amel telah tiada. Tangis Mbah Siti pecah. Tetangganya itu sangat sering bersedekah pada keluarga Mbah Siti, berbaik hati dan menasihati kalau butuh bantuan. Keesokan harinya. Amel bangun dengan sendirinya. 08.43 “IBU! KENAPA NGGAK BANGUNIN!” Amel berteriak setelah turun tangga. “Ibu?” Secarik kertas di atas meja dikamar Ibunya ditemukan Amel. Amel sayang, Maaf ibu sudah meninggalkanmu di usiamu yang masih belia. Jadi, bagaimana kehidupanmu setelah Ibu tiada? Apa baik baik saja? Berbahagialah, Amel. Akhirnya keinginanmu terkabulkan. Tiadanya Ibu membuat hidupmu lebih senang, bukan? Maafkan Ibu telah membuat Amel susah ya? Salam, Ibu. Tangis Amel pecah. Penyesalan memenuhi hidupnya. “Maafkan Amel, Bu!”

No comments:

Post a Comment