Thursday, April 6, 2017

mj

Menghujam Jantungku Judul Cerpen Menghujam Jantungku Cerpen Karangan: Rechuellah Tacoh Kategori: Cerpen Patah Hati Lolos moderasi pada: 3 April 2017 Pagi itu, aku memutuskan untuk cepat berangakat ke sekolahku. Aku sekarang duduk di kelas 2 SMA. Aku sudah memiliki seorang pacar bernama Rein. Kami sudah menjalani hubungan kira-kira 1 tahun. Segera aku berangkat menuju sekolah menggunakan motorku. Aku sudah tidak sabar untuk menemui Rein, yang sudah tidak ada kabar seminggu ini. Sebelum libur minggu lalu hubungan kami baik-baik saja, tetapi semenjak libur hingga hari ini tidak ada satupun kabar darinya yang kudapat. Tidak ada chat atau telepon darinya, bahkan mengunjungi rumahku saja tidak. Rein tak pernah secuek ini padaku. Aku khawatir sekali dengannya. Saat tiba di sekolah, aku langsung memakirkan motorku lalu berjalan menuju kelasnya Rein. Kuharap, Rein sudah datang sehingga aku dapat dengan leluasa menanyakan padanya dengan keadaan sekolah yang masih sepi. Hanya terlihat satu-dua orang siswa di halaman. Aku tiba di kelas Rein, benar saja. Aku mendapati beberapa orang siswa termasuk Rein yang sedang menatap layar handphonenya sambil tersenyum. Aku langsung menghampirinya. “Rein, kemana ajah kamu seminggu ini? Kamu itu gak pernah ngirimin aku kabar. Aku benar-benar khawatir”, kataku. “Devya? Nagpain kamu di sini? Mending sekarang kamu ikut aku. Ada yang mau aku omongin.” Jawabnya sembari menarik tanganku dan membawa aku menuju ke kantin. Dia membawaku ke sebuah tempat duduk di sudut kantin, ekspresinya terlihat cuek dan datar. Rein mulai berbicara. “Dev, kurasa sebiknya kita putus. Kita udah gak cocok lagi. Mendingan kamu jauhin aku dari sekarang”. Bak disambar petir aku mendengarnya, hatiku seperti ditusuk-tusuk dan dicabik-cabik oleh seekor hewan buas. “Tapi kenapa? Kenapa kamu mutusin aku? Salahku apa?”, tanyaku tanpa mampu membendung lagi air mata yang mengalir deras. “Aku udah bilang kita gak cocok lagi, mendingan kamu jauhin aku!”. Baru kali ini, aku mendengar Rein berkata sekasar itu padaku. Aku diam seribu bahasa, dan dengan gerakan refleks aku segera berlari tanpa arah, menutup setengah mukaku yang dibanjiri air mata. Langkah kaki ini membawaku menuju ke lantai atas gedung, atap terbuka dengan pemandangan sekitar kota. Aku langsung terduduk dan menangis sejadi-jadinya. Aku tidak percaya Rein seperti itu. Aku sudah begitu mencintainya dengan tulus, tetapi mengapa dia setega itu? Apa yang kurang dariku? Rasanya aku ingin mengutuki diriku sendiri. Aku ingin menghilang dari dunia ini. Setelah cukup lama berdiam di tempat itu, dan setelah tangisku mulai reda, aku memperhatikan jam kecil yang terlingkar di tangan kiriku. Tinggal 5 menit lagi lonecng akan dibunyikan. Aku segera turun dan menuju ke kelas, sambil menghapus sisa-sia air mata di pipiku. Malam itu malam minggu. Aku ingin pergi menonton di bioskop. Aku jadi teringat Rein, biasanya setiap malam minggu dia selalu menjemputku dan mengajak untuk berjalan-jalan. Sudahlah, aku tidak usah mengingatnya lagi, hatiku sudah cukup sakit. Meskipun sebenarnya aku tidak dapat membohongi hati kecilku, aku masih sangat mencintainya. Ketika aku tiba di bioskop, mataku menangkap suatu hal yang tak asing. Aku melihat Rein sedang berduaan dengan seorang wanita. Tunggu. Nampaknya aku mengenal wanita itu. Itu ialah Yunia, teman sekolahku. Hatiku sakit sekali melihat mereka, mereka tampak sangat mesra. Aku memutuskan untuk pulang saja dan tidak jadi menonton. Daripada aku hanya terhanyut pada kemesraan mereka. Selama perjalanan, aku hanya bisa menangis dan tidak sabar untuk segera sampai di rumah dan meluapkan isi hatiku di dalam kamar. Setibanya aku di rumah, aku langsung berlari kencang menuju kamarku dan segera merebahkan tubuhku yang lemas di atas tempat tidur yang nyaman. Rein, mengapa dia sejahat itu? Ternyata benar dugaanku satu bulan yang lalu ketika Rein meminta nomor telepon milik Yunia padaku. Ternyata Rein mengincarnya. Ingin kumaki Rein, ingin kumarahi dia habis-habisan. Tapi aku tahu itu semua tidak ada gunanya. Sekarang mereka telah bersama. Aku punya hak apa? Aku hanya bisa membiarkan mereka, walaupun hatiku terasa sangat hancur. Aku menangis tidak karuan semalaman. Hari senin, aku datang ke sekolah masih dengan mata yang sedikit sendu. Aku menyamarkannya dengan make up tipis. Jadi benar mereka berpacaran. Aku mendengar semuanya dari teman-temanku. Hal itu seakan sudah menjadi trending topic terbaru di kalangan murid-murid. Sakitnya lagi, mereka harus datang dan bertanya padaku mengenai hal itu. Tidakkah mereka tahu apa yang sedang kurasakan? Tidakkah mereka mengerti bahwa aku sedang berusaha mengumpulkan serpihan-serpihan hatiku? Tidakkah mereka mengerti dengan hatiku? Aku harus tetap bertahan melewati ini, aku tahu bahwa karma itu ada. Tetapi hal ini betapa sangat menghujam jantungku.

No comments:

Post a Comment