Wednesday, April 5, 2017

jkhfdjkagsdadg

Ada Cinta di Perpustakaan Judul Cerpen Ada Cinta di Perpustakaan Cerpen Karangan: Eka Lestari Kategori: Cerpen Cinta Lolos moderasi pada: 4 April 2017 Sejak aku melihat matanya yang sekelam langit malam. Hati ini dengan lancang menempatkan namanya di ruang hati yang belum pernah terisi ataupun tersentuh oleh tangan lain. Dan mata ini selalu menatapnya diam-diam, tersenyum ketika melihatnya begitu gembira saat bersenda gurau dengan teman-temannya ataupun dengan menunggunya yang tengah fokus membaca buku yang ada di tangannya. Itu adalah waktu yang sangat kunikmati. Meskipun aku hanya seorang pengagum rahasia. tapi tak apalah, apa peduliku?. Namun hari ini terasa berbeda. Biasanya aku hanya butuh waktu beberapa menit untuk menunggunya muncul dari balik pintu perpus itu, tapi sekarang, dia belum juga muncul. Bahkan jam istirahat akan segera berakhir. Apa yang terjadi? apakah dia baik-baik saja? bisikku dalam hati. Heh.. aku menyerah. Dengan langkah gontai kulangkahkan kakiku menuju rak buku khusus novel. Dengan serampangan kuambil novel bersampul bunga dendalion yang cukup menarik perhatianku. Tak perlu repot-repot melangkahkan kaki menuju bangku yang ada di pojok ruangan, untuk apa ke sana? dia saja tak ada. kududukkan badanku di lantai kramik berwarna putih gading yang sedingin es. Dengan bahu yang disandarkan ke dinding, aku mulai membaca tiap kata yang ada di novel ini. Cukup menarik, batinku sedikit terhibur. Karena terlalu asik membaca atau karena terlalu malas berpikir. Aku sampai tidak menyadari ada seseorang yang juga duduk di sampingku dan melakukan hal yang sama dengan apa yang kulakukan. “Maaf..” Suara itu membuatku tersadar ada orang di sampingku. Dan suara itu seperti suara… kak Panji. “Maaf telah terlambat. Tadi ada rapat OSIS dan aku harus menghadirinya. Maaf sudah membuatmu menunggu lama.” Rasa bersalah, itu yang kutangkap dari nada suaranya yang pelan. Kuedarkan pandanganku ke sekeliling kami, tak ada siapapun di sini kecuali kami, sekalipun ada pasti hanyalah segelintir orang yang tengah sibuk membaca, dan itu pun dalam radius yang cukup jauh. Atau kandidat yang lain adalah penjaga perpus yang memiliki wajah sangar dan itu mustahil!. “Maaf, tadi kak Panji bicara dengan siapa ya?” tanyaku ragu-ragu. Kak Panji hanya menatapku dalam keheningan dan itu membuatku tak nyaman atau lebih tepatnya jantungku berdetak tak karuan, dan itu lebih tak nyaman. “heh.. baiklah, lebih baik aku pergi. sampai jumpa, kak Panji.” Sedikit kesal karena dia mengacuhkan pertanyaan yang kuberikan, dengan cepat aku berdiri dan beranjak dari tempat itu. “Tadi aku berbicara dengan gadis yang selalu menungguku di pojok perpus ini, gadis yang telah mencuri hatiku sejak pertama kali aku melihatnya, gadis yang selalu menatapku diam-diam, dan sekarang gadis itu sedang berdiri di hadapanku.” Kubalikkan badanku ke belakang, menatapnya yang kini tengah berdiri tegak di hadapanku. senyum yang terlukis di wajah tampannya tak bisa menyembunyikan kegugupannya. “maksud kak Panji apa? aku tidak mengerti.” Aku masih menatapnya, menunggunya menjawab pertanyaanku. “Aku mencintaimu Dinda Khumaira, aku mengatakannya bukan karena aku ingin kau menjadi kekasihku. Aku.. aku hanya ingin kau tahu perasaanku. Dan kau harus tahu, aku sudah merasa sangat berdosa dengan hanya mencintaimu. Aku ingin menjagamu sebagai suamimu dan aku ingin meminangmu ketika aku sudah mampu melakukannya. Mungkin ini terlalu cepat untuk kukatakan apalagi bagi kita yang masih berseragam sma, tapi demi Allah, tak ada kebohongan dalam ucapanku.” Rasanya aku mau menangis, pemuda yang namanya selalu kusebut dalam doaku, kini sedang berdiri di hadapanku dan mengungkapkan semua isi hatinya. Cukup lama kami terdiam dan diapun terlihat sangat gelisah. Tapi.. bisakah aku menolaknya?. “Kak Panji Mahendra, aku juga mempunyai rasa yang sama denganmu. Namun aku tak pernah pula berharap kakak membalas perasaanku. Sudah cukup bagiku untuk memiliki rasa ini. Tapi tak bisa dipungkiri, aku merasa sangat bahagia mendengarnya. Dan aku akan menunggumu. Jadi, tepatilah janjimu.” Setelah mengatakannya, aku langsung meninggalkan perpustakaan ini. Aku bahkan tidak menoleh sama sekali, karena aku begitu malu dan bahagia. “Aku akan menepati janjiku!” Dari kejauhan, masih dapat kudengar teriakan gembira kak Panji dan teriakan… penjaga perpus. “PANJI MAHENRA, KELUAR!!!” Oh.. aungan singa di tengah sekolah.

No comments:

Post a Comment