Thursday, April 6, 2017

RWN

Raindrop With Nathan Judul Cerpen Raindrop With Nathan Cerpen Karangan: Siska Kurnia Kategori: Cerpen Cinta Romantis, Cerpen Remaja Lolos moderasi pada: 1 April 2017 Denting toaster mengalihkan perhatian Milly. Dia segera beranjak dari tempat duduknya, dan mengambil setangkup roti panggang, lalu menaruhnya di atas piring yang ia letakan di depan Miko. Kemudian, ia segera bergegas menyeduh dua gelas cokelat panas. “Harusnya, kalo hari ini lo gak ada jadwal kuliah, lo bisa anterin gue sekolah bang” ucap Milly sembari meletakan cokelat panas di sebelah piring roti yang masih mengepul. Miko yang sedang berkonsentrasi penuh ke dalam buku filsafatNya terganggu, dia merasa perlu menurunkan buku yang hanya berjarak sepuluh centi dari wajahnya. Matanya beralih menatap Milly yang sedang sibuk mengolesi mentega tawar ke roti panggangnya. “apapun untuk Milly” jawabnya singkat. kali ini dia sengaja mencomot secara paksa roti yang ada di genggaman Milly, dan nyengir selebar-lebarnya saat Milly memarahinya. Pukul 06.30. Seperti biasa, jalanan ibu kota selalu macet. Milly menatap jendela luar mobilnya, melihat hirup-pikuk keadaan kota ini. Langit sedang mendung, mungkin sebentar lagi hujan akan turun. Pikir Milly. Di sebelahnya, Miko sedang sibuk menyetir. Lalu ber “hhuu” pelan saat tiba-tiba ada sebuah angkutan umum menyalipnya dari lajur kanan, dan berhenti secara mendadak. Membuatnya harus menekan rem kuat-kuat. Tetesan air pertama jatuh mengenai kaca mobil yang sedang dikendarai mereka berdua, hingga akhirnya menyusul dua tiga dan berikutnya membentuk suatu gerimis kecil dipagi hari. Gerimis, iya gerimis. Milly selalu menyukainya. Namun ada satu hari tepat disaat gerimis tiba mengingatkannya kepada seseorang. Dan itu terus membuatnya jengkel. “lagi mikirin apa lu? Biar abang tebak. Kalo gerimis gini, pasti adek gua ini lagi mikirin si ketua osis itu kan” suara Miko terdengar memecah keheningan yang damai “ih apaan sih bang. Gak banget deh mikirin orang ngeselin kaya gitu.” ujar Milly dengan wajah merengut, harusnya dia sadar. Disaat-saat seperti ini dia tidak boleh membiarkan Miko membaca hatinya, karena kakaknya seperti mempunyai indra ke-enam. “lo tau bang, hari-hari terburuk gue di sekolahan ketika bareng bocah curut itu terjadi disaat gerimis!” jeda sejenak, “Oke, gue gak benci gerimis. Tapi gerimis bikin gue inget muka anak ngeselin itu!” Suara tawa Miko meledak, mengisi setiap ruangan dalam mobil yang sedang mereka kendarai. “jangan sok singut gitu dek, benci banget lo sama dia. Nanti lama-lama cinta” goda Miko yang tak tahan melihat tingkah adik semata wayangnya “Miko, stop talking about Nathan!” sambarnya cepat, membuat Miko semakin terkekeh saat melihat rona wajah Milly yang berubah menjadi pink kemerahan. — “Milly, buruan! jalannya lambat banget sih, siput aja menang kalo lomba lari lawan lo!” suara Nathan bergema di sepanjang lorong yang sepi. Masih pukul 09.00, semua murid masih belajar di kelas. Milly mengikuti Nathan di belakang dengan terseok-seok sambil membawa perlengkapan dekorasi OSIS. Milly merasakan badannya terasa lelah, mungkin karena dia sering pulang larut karena mengurus kegiatan Pensi tahunan sekolah mereka. Nathan merasa tidak ada jawaban, yang dia dengar hanya dengusan kecil dari Milly yang pasti sedang memonyongkan bibirnya. “sejak kapan siput ikutan lomba lari” pikir Milly. Dia kesal dengan setiap perkataan yang dilontarkan Nathan untuknya, selalu mengandung makna peperangan. Pasti sekarang Nathan sedang tertawa-tawa bahagia. melihat Milly yang kesusahan membawa semua barang-barang, sedangkan dia hanya melenggang santai dengan menggenggam ponsel di tangan kirinya. Dasar bossy! Damn it! Runtuk Milly dalam hati. Tiba-tiba Milly berhenti, pandangan matanya terasa kabur. Dia membiarkan Nathan melangkah semakin jauh darinya. seketika terdengar bunyi “bbrruuukk”, Nathan refleks berhenti dan menoleh ke belakang. Pandangannya mengarah kepada barang-barang yang tadi dalam dekapan Milly kini berserakan, juga gadis itu. Tubuhnya terkuai lemah di atas lantai. — Milly mengerjapkan matanya berkali-kali. Terlihat ruangan seluas 6×8 meter berwarna putih-putih, dengan empat keranjang berjejer rapi. Kepalanya masih terasa berat. Seorang wanita berumur 30an berjalan mendekatinya, “kamu sudah bangun Milly?” tanyanya lembut “ah iya bu. Kenapa saya bisa” pertanyaan itu menggantung di ujung kalimat, seingat Milly tadi dia sedang berjalan di belakang Nathan. Selanjutnya dia tidak ingat lagi. Ahh tidak, Milly tidak ingin memikirkan hal itu. Bukan saatnya Seolah mengerti maksud Milly, Bu Endang, perawat UKS di sekolahan itu angkat bicara. “Nathan yang bawa kamu ke sini, awalnya ibu kaget waktu lihat kamu digendong Nathan. Ibu kira kamu kenapa-kenapa, tapi ternyata kamu cuma kecapean” “apa? Nathan?” mata Milly terbelalak, nathan menggendongnya ke sini? kenapa Nathan… Satu detik berselang, seorang dengan tubuh jangkung dengan kacamata hitam yang bertengger mantap di matanya melangkah masuk, menuju ke tempatnya. Milly buru-buru menyandarkan punggung di tepi tempat tidur, menjadikannya posisi setengah duduk. Nathan mengulurkan minuman rasa jeruk, ke arah Milly. “sorry Mil.” ucap Nathan selanjutnya, ketika uluran tangannya yang menggenggam minuman itu tidak juga disambut oleh Milly, dengan sigap Nathan mengocok sebentar dan membuka tutupnya. Tepat di depan muka Milly. “masih segel, gak gue kasih sianida” ujar Nathan kembali. Seulas senyum tercipta di bibir Milly, senyum tulus. Bukan senyum sinis yang selalu dia tunjukan untuk nathan “nanti pulang sekolah gue anterin. Sekarang lo istirahat dulu di sini, gue mau ngurusin acara pentas seni” Milly tampak berpikir, “sejak kapan Nathan jadi baik terhadapnnya. Sejak kapan juga Nathan bisa bilang maaf” saat itu Milly sedang mencerna apa yang barusaja Nathan katakan. Namun, sebelum Milly sempat mengemukakan pendapatnya, seperti biasa. Nathan sudah bicara seenak jidat “Milly, lo inget kan posisi kita. Apapun yang gue bilang, harus lo ikuti.” dengan sengaja, Nathan menjawabnya menggunakan penekanan pada kata “harus”. Lalu Dia melenggang pergi, meninggalkan Milly yang menyesal dengan pemikirannya. “dasar Nathan. baru saja bersikap manis, sedetik kemudian udah nyebelin lagi” Milly hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. 1 tahun yang lalu.. Hari pertama masuk sekolah. Saat itu masih diadakan MOS (masa orientasi sekolah). Milly berlari-lari Kecil di bawah gerimis. Dia ingin memasuki gerbang sekolah, 5 menit lagi. Milly tidak ingin terlambat dan dihukum karena telat. hingga tiba-tiba, ada seorang anak laki-laki yang menabraknya dari belakang. Milly terjatuh dalam kubangan air berwarna keruh. Dan seragam putih abu-abunya yang masih baru penuh dengan bercak cokelat. Anak laki-laki itu berhenti, dan menatapnya. Dia mengulurkan tangan, dan tersenyum. Dilihat dari penampilannya, mereka pasti sama-sama murid baru. “hei, kenapa masih diem aja.” suara berat dari anak laki-laki itu terdengar. “lo mau di situ sampai kapan? Kita udah telat” lanjutnya lagi Namun, Milly hanya menatapnya tanpa berkedip. “bukankah seharusnya, jika kita melakukan sebuah kesalahan kepada orang lain. Hal pertama yang harus dilakukan adalah meminta maaf?” ucap Milly dalam hati. “lo mau bareng gue atau gue tinggalin di sini?” kali ini, laki-laki yang menabraknya itu benar-benar tidak sabar lagi. Sedangkan bunyi bel sudah terdengar di dalam sekolahan. 5 detik berlalu, akhirnya anak tersebut memutar badannya dan berlari meninggalkan Milly yang masih temangu di tempanya. Sejak saat itu, Milly selalu benci terhadap Nathan. Ketika hari pertama dia bertemu Nathan. Sejak Milly dipermalukan satu sekolahnya karena datang dengan seragam baru penuh noda lumpur. Milly menganggap Nathan sengaja menabrak lalu meninggalkannya begitu saja tanpa mengucapkan satu permintaan maaf. Seminggu setelah itu, mereka kembali bertemu. Dalam satu Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Milly mewakili kelas Xa, dan Nathan mewakili kelas Xc. Mereka sama-sama menjadi ketua kelas di kelasnya masing-masing. Siang itu saat Milly sedang mencatat hasil rapat OSIS sambil menunggu hujan reda, tiba-tiba Nathan datang bersama Vero teman sekelasnya. Dan menumpahkan es jeruk persis di buku agenda Milly. Peperangan kedua dimulai antara Milly dan Nathan. Semenjak saat itu, seisi sekolah tau bahwa Milly dan Nathan tidak akan pernah bisa berdamai. Kebencian Milly mencapai level tertinggi, ketika saat kenaikan kelas ternyata Nathan terpilih menjadi ketua OSIS dan Milly sebagai wakilnya. Jelas ini bukan posisi yang Milly mau, namun sekeras apapun Milly menolak keputusan itu tidak akan berubah. Jumlah suara pemilihan mereka beda 10 angka. Nathan menjadi cassanova di sekolahan mereka. Nathan si ketua kelas yang keren, Nathan yang selalu diidolakan semua wanita. adalah makhluk yang ingin dihindarinya. Dia membenci Nathan, dan akan selalu begitu. Milly membenci Nathan sama seperti dia membenci gerimis. Karena semua kejadian menyebalkan hidupnya selalu terjadi di bawah gerimis dan penyebabnya adalah Nathan. “lo jadi pendiem sejak pingsan tadi Mil?” tanya Nathan tiba-tiba memecah lamunan Milly. biasanya Milly akan menyahutnya dengan sinis, tapi kali ini dia hanya membiarkan Nathan melakukan apapun sesukanya. Sadar akan ucapannya tak direspon, nathan menghela nafas berat “Mil, gue jahat banget ya sama lo?” ucap Nathan, seketika membuat Milly segera memandangnya. Ada jeda beberapa saat, ketika Milly menatap tepat di kedua mata Nathan. Dan yang didapatinya adalah kilatan penyesalan yang tidak bisa diartikan Milly. “gue lagi gak punya selera berdebat sama lo Nat” jawab Milly memalingkan wajahnya Rintik air turun dari langit, tanpa menunggu waktu lama hingga menjadi sebuah hujan. Sore itu, selama di perjalanan tidak ada percakapan berarti antara Nathan dan Milly. Keduanya sama-sama diam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Empat puluh lima menit berselang, mobil sedan hitam yang dikendarai Nathan memasuki halaman rumah 2 tingkat bergaya minimalis milik keluarga Milly. Hujan mereda, menyisakan gerimis yang masih satu dua terasa dingin di kulit. Nathan menghentikan laju mobilnya, yang hanya berjarak sepuluh langkah dari pintu utama berwarna hijau. Milly menegakan badan, baru sadar kalau sudah sampai di rumahnya. “tunggu di sini” Nathan menyeletuk, membuat Milly semakin bingung Sebuah pintu terbuka, iya Nathan yang membukakan pintu mobil. Tapi untuk apa? Tiba-tiba jantung Milly berdetak tak beraturan. Kenapa Nathan begitu berbeda hari ini? Saat Milly turun, Nathan melindunginya dengan membentangkan jaket cokelatnya di atas kepala Milly. “masih ujan, nanti lo sakit” ucap Nathan tulus Milly menengok Nathan, dan yang didapatinya adalah senyum simpul milik Nathan. Milly tidak pernah berada sedekat ini dengan Nathan, Dan sekarang ketika itu terjadi. Dia baru menyadari setiap lekuk wajah Nathan yang sempurna. Matanya yang tajam terbingkai lensa kacamata, hidung mancung, juga tulang pipi tang tegas. Ketika menyadari bahwa rivalnya selama ini adalah seseorang yang sempurna. Pantas saja. Banyak sekali fans Nathan di sekolahan. Sayangnya, Walaupun Nathan baik kepada semua orang. Tetapi tidak ada seorang pun yang mampu meluluhkan hati Nathan. Wajah Milly mendadak terasa panas, ketika dia mengingat betapa bodohnya dia selalu memusuhi Nathan yang baik. “nat, lo..” Milly tidak yakin, apakah dia akan melanjutkan kata-katanya atau malah menelannya bulat-bulat. Setelah satu setengah tahun dia selalu berselisih dengan Nathan, dan saat hari ini hal itu tidak berlaku. Milly tidak ingin merusaknya. “gue tau apa yang mau lo omongin. Mil, gue mau minta maaf. Bukan cuma untuk hari ini, tapi buat yang udah kita lewati selama ini.” Milly mematung, tak percaya apa yang diucapkan Nathan. “gue cuma nunggu waktu yang tepat Mil, tapi gue gak pernah dapet kesempatan itu. Lo selalu sinis kalo deket gue. Satu yang harus lo tahu, gue gak pernah sengaja buat jahat sama lo” lanjut Nathan mantap. Mimpi.. Pasti hanya mimpi. sudah Dua kali hari ini Nathan meminta maaf padanya, dan sekarang dia sedang berdiri di bawah gerimis hanya berdua dengan nathan. Nathan melambai-lambaikan tangannya di depan muka Milly, “eh iy iyaa nat” Milly tergagap menjawabnya. Tiba-tiba Nathan meraih kedua tangan Milly, dingin segera menyergap. Milly memperhatikan tangannya yang sekarang sudah ada di dalam genggaman Nathan. “lo gak lagi mimpi kok. maaf Selama ini gue selalu cari masalah sama lo, cuma itu cara gue bisa dapet perhatian lo. Gue mau kita temenan” ucap Nathan lembut, “gue kepengen deket sama lo Milly” tambahnya lagi, kini mata mereka saling bertemu. Milly dapat melihat kesungguhan dari semua yang diucapkan Nathan, saat itu Milly ingin meledak. hingga Nathan mencubit pipi kirinya “please jangan pasang wajah blo’on Milly. Lo lucu kalo lagi salting” Nathan terkekeh saat melihat ekspresi Milly yang seperti anak kecil. “ihh Nathan!” suara Milly melengking dibawah tiap tetesan air hujan. Sore itu Nathan dan Milly berkejaran di bawah air hujan. Mereka mulai berdamai… 1 bulan berlalu. Bukan lagi gosip. Seorang Nathan dan Milly menjadi akrab. Awalnya itu adalah hal mustahil, namun sekarang bahkan makan siang mereka bersama. Saat rapat di ruang OSIS pun, mereka tidak lagi melayangkan tatapan sengit. Milly mulai menikmati kebersamaannya bersama Nathan. Begitupun sebaliknya.. “bang, hari ini gue pulang” Belum lengkap Milly berbicara, Miko sudah memotongnya tidak sabar. “bareng Nathan. Addduuhh gue bakalan sedih. Karena hari ini kehilangan penumpang setia gue.” ucap Miko sambil memasang ekspresi tersakiti yang terlalu dilebih-lebihkan Dan Milly selalu tidak tahan dengan segala jenis candaan khas Miko. Hingga tawa kedua kakak-beradik itu saling menyembur “dek. lo Cantik kalo senyum-senyum mulu.” “ah cuma perasaan abang kali” alangkah malunya Milly ketika Miko memergokinya tiba-tiba melamun sambil tersenyum sendiri. “apa gue bilang. Sekarang lo kemakan sama tuah sendiri.” Lanjut Miko sambil mengulum senyum Milly tahu apa maksud Miko. Ini pagi kesekian Miko menggodanya tentang Nathan. “tarohan kita dek, dia pasti punya rasa ke lo.” celetuk Miko, membuat wajah Milly terasa panas. “arrgghhh Miko nyebelin” sebelum Miko semakin menjadi-jadi, Milly segera mengalihkan perhatian ke salad di depannya dan meraih lalu mengunyah cepat. Semoga pagi ini dia bisa lebih cepat terbebas dari abangnya; Miko. Pukul 14.30 wib Bel panjang berbunyi. Selang beberapa menit seluruh siswa menghambur menuju pintu keluar. Kelas Milly berada di lantai 3, berbeda satu lantai dengan kelas Nathan. Hari ini Milly belum melihatnya, Padahal Nathan janji ingin mengantarkan Milly pulang. Biasanya dia sudah berdiri menyandar ke tangga samping kelas Milly. Tapi kali ini kosong. Tidak ada Nathan. Sebuah getar ponsel dalam saku membuatnya sedikit terlonjak. Ada sebuah pesan, dan nama yang sangat dikenalnya muncul pada bar pemberitahuan. Nathaniel Saputra; “Liat ke parkiran bawah” Hanya sesingkat itu isi pesan Nathan, namun membuat nafas Milly seketika sesak. Milly mencoba menghilangkan tremornya, dengan menarik lalu membuang nafas beberapa kali. Hingga dirasa dia sudah cukup siap untuk melihat ke bawah. Di sana ada Nathan, dia membawa sebuah gitar akustik berwarna putih dengan beberapa stiker tertempel pada badan gitar. Nathan tersenyum memandang ke arah Milly, jarak mereka cukup jauh. Namun Milly dapat menatap Nathan dengan jelas. Laki-laki itu mulai memetik gitarnya, intro lagu mulai terdengar sampai di telinga Milly. Ternyata Nathan sengaja menggunakan pengeras suara. Suara Nathan mulai mengalun indah di antara petikan gitarnya yang lembut. Lagu Imagination; Shawn Mendes dilantunkannya dengan sangat menakjubkan. Saat lirik terakhir selesai. Theo, teman sekelas Nathan menghampirinya. Memberikan Milly sebuah stearofoam berwarna merah dengan bentuk hati. “Milly, lo tau apa maksud gue. Gue gak mau kita hanya jadi sekedar teman.” suara Nathan terdengar sedikit bergetar, dia pasti gugup. Seluruh mata kini melihat pemandangan itu, Nathan seorang ketua OSIS sedang menyatakan cinta untuk Wakilnya yang hyperaktif dan menjadi rivalnya; Milly… Tanpa menunggu lebih lama lagi, Milly berlari sekencang-kencangnya menuruni tangga. Begitu sampai di parkiran, langkahnya melambat. Nafasnya tampak tidak beraturan, rambut hitam lurusnya terlihat sedikit berantakan. Nathan tidak bereaksi apapun. Dia tahu, ini adalah keputusannya yang sangat gila. Menyatakan cinta di depan umum, kepada Milly. Namun. Dia sudah siap dengan segala kemungkinan. Bahkan jika Milly menolaknya dan membuat Nathan malu. Mungkin itu adalah sebuah balasan kecil atas semua sikapnya terhadap Milly selama ini. Nathan menyukain Milly, sejak pertama mereka bertemu. Namun keadaan tak pernah bersahabat dengannya. Dia selalu merusak hari Milly, dan Milly selalu membencinya. Nathan ingin dekat dengan Milly, membuatnya kesal adalah satu cara jitu agar Milly tidak mengacuhkannya terus menerus. Hingga saat kejadian itu, Nathan memiliki kesempatan untuk bisa dekat dengan Milly. Bahkan hari ini pun begitu Nathan tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Karena yang dia tahu kesempatan tidak akan selalu datang dua atau tiga kali. Kaki Nathan terasa sudah berakar. Dia merasa dirinya tidak bisa ke mana-mana. Bahkan menarik nafas pun enggan. Dia sudah tidak sabar menunggu jawaban Milly. “please Milly, jangan siksa gue” batin Nathan menjerit. Mata Milly tidak berkedip, degub jantungnya semakin tak menentu. Tidak ada lagi yang bisa dipikirkannya. hingga kemudian dia maju lima langkah. Dan Menghambur, memeluk Nathan dengan erat. “gue juga Nathan” ucap Milly lirih, bahkan sebelum Nathan mengucapkan kata cinta. Karena Milly tahu, seperti yang sudah dikatakan Miko pagi itu. Mereka sama-sama memiliki perasaan. Seketika langit yang cerah berubah menjadi mendung, dan menjatuhkan tetesan-tetasan air. Milly berada di pelukan Nathan tepat di bawah gerimis.. Semua siswa yang menonton kejadian itu menjadi riuh, bertepuk tangan, serta sorak-sorai. Hingga Milly sadar, bahwa tidak seharusnya dia berada lebih lama lagi di pelukan Nathan. “ini contoh tidak baik” bisik Milly di samping Nathan Nathan melepaskan pelukannya, lalu menarik tangan Milly. Berlari-lari di bawah gerimis yang menyatukan mereka…

No comments:

Post a Comment