Thursday, April 6, 2017

nvhjshgfgagv

Ini Bukan Tentang Boneka Tedy Bear Judul Cerpen Ini Bukan Tentang Boneka Tedy Bear Cerpen Karangan: Daniel Satria Sutrisno Kategori: Cerpen Kehidupan, Cerpen Sedih Lolos moderasi pada: 1 April 2017 Malam sepertinya akan hujan, langitnya yang meraung-raung sedari tadi membuat bergidik di sekujur tubuh. Hanya semburat cahaya kilat yang berjingkrak-jingkrak di sepanjang angkasa sedari tadi Tahu tidak, malam ini malam apa? Semuanya pasti bingung dan berusaha mencerna pertanyaan aneh ini. Ini adalah malam kegetiran buat para gelandangan yang terpulas di pinggir trotoar, ada gelandangan muda, ada juga gelandangan yang sudah renta dan amat tua. Mereka semua cemas kalau-kalau tempat tidur mereka terbenahi tetesan hujan yang siap berderai di sepanjang malam sayu ini Ketika malam mulai terasa berpendar-pendar dengan segenap petirnya yang berkumandang ria. Dan saat angin mulai usil menendang-nendang seluru rerantingan pohon, dan seluru semak-semak yang melinggang linggung di setiap penghujung jalan, dari situlah para penghuni jalanan mulai berkemas mencari tempat teduh Dari kejauhan, seorang bocah mersik nan dekil terperanga menatap langit, ia duduk di tepi kursi kayu bekas jualan pedagang minyak tadi sore. Anak ini menatap sedih langit yang mendung, mungkin tidak tiap hari ia melihat pemandangan suram seperti ini. Namun apa yang kita pikirkan tidak seperti yang kita lihat. Anak itu berusaha mencari sesuatu di balik langit gelap hanya remang-remang cahaya lampu jalan saja yang menerangi sekujur tubuh mungilnya itu Sepanjang malam yang mengingintai di celah langit, hanya celotehan kecil yang keluar lemas dalam ucapan bibirnya yang nampak kretak nan kering Keluhnya lemas “Ayah! mengapa kamu tak menghiburku malam ini! Kulihat tak ada bintang yang berpijar malam ini, kata ibu! Ayah itu selalu ada saat bintang-bintang berkedip di langit! Setidaknya kata ibu seperti itu sebelum ia mati ditertabrak mini bus dua hari yang lalu. mama memilih menyusulmu lebih cepat ketimbang terus-terusan mendengar celotehanku, saat menanyakan di mana ayah, mungkin ia juga sudah bosan mengemis dan memberiku makan tiap hari! Sementara ia sendiri kelaparan” Praangg!!!! (Suara kilat menyambar) Anak kecil itu pun hanya bisa menangis ketakutan, tanpa ada seseorang yang bisa ia peluk. Ia gemetar ketakutan sambil memegang boneka Tedy bear coklat yang ia temukan di taman tadi pagi, mungkin dijatuhkan seorang anak tanpa sengaja, atau entahlah. Tapi yang pasti boneka ini adalah teman satu-satunya yang ia miliki saat ini. Hujan setitik menetes tepat pada bola mata si tedy bear seakan-akan ikut bersedih dan menangis, karena merasakan sedih juga! Anak gelandang ini mengusap tetesan air, pada boneka beruangnya. Sambil berkata, “Sobat aku capek dengan ini semua, mengapa Tuhan begitu tak adil padaku saat ini, aku terlahir miskin. Sedangkan papaku meninggal saat aku masih bayi, entahlah mengapa ia meninggal! Mungkin karena hal sepele seperti sakit, atau mungkin tewas dipukuli karena habis mencuri uang, untuk menafkai aku dan ibuku, atau apalah. Tapi yang pasti banyak hal yang mengambang begitu saja dalam benak ini. Hikss!!!” Terdiam sesaat Ditatapnya boneka itu dengan air mata yang nyaris tak nampak karena remang. “Tedy bearku! temani aku ya! Malam ini, aku sedang demam. Biasanya ibu akan mencarikanku kain hangat lalu mengompres jidatku. Dan memberi beberapa obat yang ia minta pada seorang uang dermawan. Namun sekarang tak ada yang mengurusku, aku lapar, Aku sakit, aku kini sendiri dan tak punya siapa-siapa. Aku takut dan kedinginan sobat. Sekarang biarkan aku tidur di sisimu sesaat.” Bocah mungil itu pun merebahkan badan kurusnya itu merentang panjang sambil menghadap samping, ditemani si tedy bear. Tatapan anak itu layu, ia lelah seharian penuh bergelut dengan waktu, tak ada masa depan yang kelihatannya bahagia, hanya ada senandung bunyi gemprangan mobil dan motor yang serampangan berkumandang di sepanjang harinya, dentingan logam saling bertepuk dalam botol, itulah keseharian para gelandangan kecil seperti mereka. Lagu-lagu mentari yang terik menyelipkan keringat yang berseluncuran di pinggiran dahi. Ada banyak orang yang berduit, namun mereka enggan mengeluarkan duit, dan beranggapan gelandangan itu pemalas, jangan dibiasakan memberi uang pada mereka. Padahal anak sekecil itu bisa berbuat apa dengan tubuh sekecil itu, mereka yang berduit tidakkak pernah mengerti, saat tukang jambret kecil memenuhi kota. Keluh Kesah dewan pimpinan rakyat untuk menyingkirkan angka kemiskinan terus dibeberkan, namun tak satu pun terlaksana dengan mulus. Bapak negara sudah berusaha namun itu perlu kerja sama seluru pimpinan di segala pelosok negeri ini. Bukan cuma dana buta saja yang harus keluar, yang sebanyak ini, kemudian dikorup dari tangan ke tangan sampai sedikit ini. Menyedikan!! Sementara politik berkumandang dalam pikiran ini. Kita kembali pada malam seorang gelandangan kecil. Yang terlelap penuh senyum di atas kursi. Dari balik malam ada dua bintang yang tiba-tiba bersinar di celahnya mendung, pada hal semestinya itu mustahil. Sudahlah, ketahuilah ada suara kecil yang perlahan menggumam di belakang telinga bocah itu “Mimpi indah anak ku yang malang. Selesaikanlah hidupmu dengan tabah dan penuh syukur. Dan jikalau kamu lelah jangan lupa untuk bertahan sampai kamu tak kuat, ayah dan ibumu sudah siap menyambutmu saat itu. Namun untuk saat ini, maaf hanya boneka itulah yang kami kirimkan buat kamu, sebagai teman penyemangat dalam hidup yang keras.” Beberapa tahun kemudian, setelah malam penuh sedih dan pedih itu, tepat di atas kursi tua yang dahulu ditempati seseorang anak yang menangis bersama boneka tedy bearnya kala itu. Ini kenangan yang tak bisa dipungkiri, setelah anak yang mersik itu tidur dalam derita, yang kala itu ia sakit. Terlelap begitu rupa saat rintik hujan gerimis bertaburan seisi kota. Anak itu tak bangun walau hujan semakin keras dan bunyi petir berteriak seram dalam malam penuh cerita. Sebuah mobil berhenti tepat di depan kursi itu. Kursinya masih sama, dirindangi pohon matoa yang sama, namun bedahnya kursi itu sudah nampak lapuk dan dipenuhi coretan. Dari mobil itu keluarlah seorang pria muda diikuti, seorang gadis. “Sayang, tempat apa ini, mengapa kamu bersikeras tuk berhenti di sini!?” Gerutu pria itu lembut “Bukan apa-apa kok glen, tempat ini mengingatkanku pada sebuah cerita, cerita tentang seorang gadis kecil yang sekarat di sini, beberapa tahun silam” “Cerita tentang gadis kecil! Lalu apa pentingnya itu!?” Sela pria itu Lalu kata gadis itu “Menurutmu apa gadis kecil itu tewas Saat malam itu!?” “Entahlah sayang, mungkin ia meninggal!!” “Hmm…. Gadis itu sekarat, kehujanan, sakit dan lapar! Ia sudah tewas saat itu, tapi nyatanya itu salah, sebuah mobil avanza putih, berhenti tepat di depan sini, persis di depan mobil tempat kita parkir saat ini, dari mobil itu keluarlah seorang wanita, dan pria sama seperti kita saat ini, anak itu diangkat buru-buru karena hujan, semakin deras, laki-laki dan wanita itu adalah sepasang suami istri, mereka kaya. Namun sayang tidak memiliki anak. Tanpa sengaja mereka menemukan gadis itu lalu membawanya.” “Hhmm sayang! Aku mulai bosan ni di tempat ini, yuk kita pergi..” Sidir pria itu “Ya udah, say! Tapi tunggu sebentar yaa..” Gadis itu mengeluarkan sesuatu dari kantongnya, lalu meletakkannya di atas kursi itu. Kemudian mereka pun pergi. Benda yang diletakan itu adalah sebuah boneka tedy bear usang yang sudah lama.

No comments:

Post a Comment